apa saja keunikan rumah adat mbaru niang
Apasaja keunikan rumah Mbaru Niang? Rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut dan atapnya terbuat dari daun lontar hampir menyentuh tanah. Keseluruhan rumah tersebut ditutupi menggunakan ijuk. Uniknya pembuatan rumah adat tersebut dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi memakai tali rotan. Apa yang dimaksud dengan Mbaru Niang?
Wisatabudaya ini juga memiliki julukan "Permukiman di atas awan" karena letaknya yang berada di 1.200 meter diatas permukaan laut, dan berlokasi tidak jauh dengan Kampung adat Gurusina. Wae Rebo sangat terkenal dengan gaya arsitektural tujuh rumah adatnya yang bernama Mbaru Niang.
Rumah betang uluk palin merupakan salah satu jenis rumah adat yang tedapat di Pulau Kalimantan. Nah, pada buku tematik kelas 5 tema 8 pada halaman 15, terdapat teks yang menceritakan tentang rumah betang uluk palin. Teks tersebut berjudul "Rumah Betang Uluk Palin".Seperti yang kita tahu bahwa ada beragam budaya di Indonesia.
Lokasinyadi kelilingi oleh Pasar Bawah, Pasar Atas, Plaza Bukittinggi dan Istana Bung Hatta. Nama Gadang berasal dari bahasa Minangkabau yang berarti “besar”, nama ini diambil karena jam yang terdapat di keempat sisi menara tersebut yang berdiameter cukup besar, yaitu 80 cm. Selain sebagai monumen kota Bukittingi, Jam Gadang juga menjadi
KeunikanDesa Wae Rebo adalah terdapatnya 7 rumah adat yang memiliki bentuk kerucut. Dari sisi pariwisata, Desa Wae Rebo sudah terkelola dengan baik. Jika berada di sini, wisatawan hanya akan menemukan penginapan yang terdiri dari 7 rumah adat. Rumah adat tersebut sudah bertahan selama 19 generasi yang disebut Mbaru Niang. Bangunan rumah adat ini terbuat
https://groups.google.com/g/nunutv/c/SjNBMRjFwqQ. - Rumah adat Mbaru Niang merupakan salah satu rumah adat yang adat di Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT. Rumah adat Mbaru Niang berada di Kampung Adat Wae Rebo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT tepatnya di Gunung Pocoroko. Kampung Wae Rebo terletak di ketinggian sekitar meter diatas permukaan laut dan dikelilingi oleh gunung, hutan lebat, dan jauah dari perkampungan adat Mbarung Niang berbentuk kerucut dan memiliki lima lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Dikutip dari buku Mbaru Gendang, Rumah Adat Manggarai, Flores Eksistensi, Sejarah, dan Transformasinya 2020 karya Yohanes dan Fransiska Widyawati, Mbarung Gendang disebut juga Mbaru Niang. Secara etimologis kata niang berati rumah yang atapnya berbentuk kerucut dan memiliki kolong. Atap rumah Mbaru Niang tinggi dan menjorok jauh ke bawah, sehingga sekaligus juga berfungsi sebagai dinding rumah. Baca juga Rumah Baileo, Rumah Adat Maluku Rumah Mbaru Niang ditopang oleh satu tiang utama yang disebut siri bongkok. Rumah model tersebut dianggap sebagai bentuk rumah yang sudah lama dan asli di Manggarai. Pada mulanya ada dua jenis Mbaru Niang. Ada niang gendang tempat disimpannya gendang dan niang bendar. Pada niang gendang memiliki rangga kaba kaki tanduk kerbau jantan atau mangka gasing yang diukir dengan bentuk muka manusia di puncak rumah. Kayu penyangga utama atau siri bongkok mbaru niang gendang diambil dari hutan dengan cara arak-arakan yang dikenal dengan acara osong nyanyian pembuka mantera atau roko moloas poco. Hal itu berbeda dengan siri bongkok pada niang bendar yang diambil dari hutan tanpa disertai dengan arak-arakan dalam acara osong atau roko molas poco. Bagi masyarakat Wae Rebo, mbaru niang merupakan simbol pelindungan, persatuan warga, dan menjadi pusat kegiatan sosial masyarakat, terutama yang berhubungan dengan persoalan adat. Baca juga Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Selain itu, mbaru niang dianggap sebagai simbol seorang ibu yang selalu mengayomi dan melindungi. Rumah adat Mbaru Niang sarat dengan simbol, seperti persambungan pada konstruksi bangunan melambangkan perkawinan suami dan istri yang membentuk keluarga. MAKUR Keunikan arsitektur Mbaru Niang Todo, Desa Todo, Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT, Oktober 2018 memikat wisatawan asing dan Nusantara serta peneliti budaya dan para antropolog untuk menggali peradaban di kampung tradisional tersebut. Tingkatan rumah Mbaru Niang Dikutip dari buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia 2019 karya Fitri Haryani NasuXon, rumah Mbaru Niang memiliki desain unik dan terpencil di pegunungan karena hanya ada di Kampung Adat Wae Rebo. Bahkan rumah adat tersebut mendapatkan penghargaan teringgi untuk kategori konservasi warisan budaya UNESCO Asia-Pasific pada 2012. Rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut dan atapnya terbuat dari daun lontar hampir menyentuh tanah. Keseluruhan rumah tersebut ditutupi menggunakan ijuk. Uniknya pembuatan rumah adat tersebut dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi memakai tali rotan. Baca juga Sejarah Suku Tidung, Kerabat Suku Dayak Setiap rumah Mbarung Niang ditempati oleh enam hingga delapan keluarga. Rumah adat Mbaru Niang memiliki lima lantai dan masing-masing lantai memiliki fungsi yang fungsi tingkatan rumah Mbarung Niang Tingkatan pertama Pada ruang tingkatan pertama digunakan sebagai tempat tinggal dan untuk berkumpul dengan keluarga. Tingkatan pertama tersebut biasa disebut lutur bagian depan yang berfungsi sebagai ruang publik. Pada tingkat pertama memiliki diameter 11 meter. Tingkatan kedua Ruang tingkatan kedua merupakan loteng yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang keperluan sehari-hari. Tingkat kedua tersebut biasanya disebut lobo. Memiliki diameter sekitar 9 meter. Di lobo ini terdapat tiang yang digantung dan berbentuk bulat sebesar kepala manusia sehingga sering dianggap sebagai perlambangan kelahiran bayi. Baca juga Kehidupan Zaman Sejarah di Indonesia Tingkatan ketiga Tingkatan ketiga biasa digunakan untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan. Tingkat ketiga disebut lentar dengan berdiameter sekitar 9 meter. Tingkatan keempat Tingkatan keempat berguna untk menyimpan stok makanan jika suatu saat terjadi kekeringan akibat musim kemarau atau gagal panen. Tingkatan empat disebut juga lempa rae Tingkatan kelima Pada ruang di tingkatan kelima merupakan tempat untuk melakukan sesajian yaitu persembahan untuk leluhur. Tingkatan kelima disebut juga hekang kode. Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud, rumah Mbaru niang disangga oleh tiang-tiang penyangga rumah yang terdiri dari dua jenis, yaitu hiri ngaung dan hiri mehe tiang utama. Karya Yori Antar ini terinspirasi oleh rumah adat warga desa terpencil Wae Rebo, Flores, yang disebut Mbaru Niang. Rumah asuh ini terpilih sebagai salah satu kandidat pemenang penghargaan bergengsi dunia, Aga Khan Award 2013Kedua tiang tersebut memiliki fungsi berbeda, yaitu hiri ngaung berfungsi untuk menanggung beban lantai dasar, sedangkan hiri mehe berfungsi sebagai tiang utama penyangga beban bangunan. Baca juga Sejarah Kota Surabaya Seluruh tiang penyangga ditancapkan ke tanah dan dilapisi ijuk serta plastik agar tidak cepat lapuk. Perbedaan antara keduanya adalah hiri ngaung ditancapkan dengan kedalaman minimal 80 cm dan di bagian bawahnya diberi umpak batu, sedangkan hiri mehe kedalamannya minimal 100 cm. Dalam satu mbaru niang, hiri mehe biasanya berjumlah sembilan, sedangkan hiri ngaung berjumlah sekitar 42. Oleh masyarakat sekitar, sembilan hiri mehe melambangkan jumlah bulan ketika seorang ibu mengandung. Setiap mbaru niang memiliki tinggi kolong ngaung sekitar 1 m dan biasanya digunakan untuk menenun, meletakkan kayu atau barang lainnya, serta memelihara ternak. Keberadaan rumah Mbaru Niang di Wae Rebo tidak berubah sejak Kampung Wae Rebo didirikan. Tujuh mbaru niang tersebut terdiri dari satu mbaru gendang rumah yang dipakai untuk menyimpan gendang serta pusaka milik Kampung Wae Rebo serta enam niang gena rumah biasa sebagai tempat tinggal. Baca juga Sejarah Munculnya Bendera Enam niang gena itu diberi nama Niang Gena Maro, Niang Gena Jintam, Niang Gena Pirung, Niang Gena Ndorom, Niang Gena Jekong, dan Niang Gena Mandok. Ketujuh Mbaru Niang tersebut dibangun menghadap selatan dan membentuk pola setengah lingkaran. Pola tersebut memiliki makna yang dalam, yaitu menjaga agar antara rumah satu dengan rumah yang lainnya tidak ada yang saling membelakangi. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Selain terdapat rumah adat yang unik dan eksotis, NTT atau Nusa Tenggara Timur juga terkenal akan keindahan pulaunya. Pulau yang terkenal di NTT diantaranya Flores, Sumba, Komodo, Timor, Alor, dan masih banyak dengan provinsi lain di Indonesia, Nusa Tenggara Timur memiliki keragaman dan keunikan budaya yang sangat melimpah bahkan telah dikenal di dunia ini dapat dilihat dari beberapa kebudayaannya seperti upacara adat, rumah adat, senjata tradisional, dan tarian adat yang masih terjaga dengan baik hingga saat Rumah Adat NTTSebagai salah satu provinsi yang menyimpan banyak keindahan alam yang menawan, Nusa Tenggara Timur memiliki beberapa jenis rumah adat yang kaya dari segi bentuk maupun bawah ini adalah beberapa jenis rumah adat NTT lengkap dengan gambar dari masing-masing rumah adat, diantaranya1. Rumah Adat Mbaru NiangRumah adat Mbaru Niang adalah rumah adat yang berada di Kampung Adat Wae Rebo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT tepatnya di Gunung PocorokoMbaru Niang merupakan salah satu rumah adat NTT yang mendapat penghargaan dengan kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012 dan menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur tahun adat ini berfungsi sebagai tempat tinggal bagi seluruh masyarakat di Desa Wae Rebo, jadi tidak khusus digunakan atau ditempati oleh ketua adat dari rumah adat Mbaru Niang berbentuk kerucut, diawali dari bagian ujung atapnya yang hampir sampai ke permukaan tanah sehingga bentuknya terlihat seperti sebuah dari rumah adat ini juga cukup besar karena ada lima tingkatan di dalamnya. Berikut fungsi dari masing-masing tingkatan rumah adat Mbaru NiangTingkat 1 Lutur Tingkatan ini adalah bagian utama dari rumah adat Mbaru Niang yang digunakan untuk melakukan aktivitas dan tempat tinggal yang di dalamnya terdiri dari kamar tidur seluruh anggota 2 Lobo Tingkatan kedua ini berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan makananTingkat 3 Lentar Lentar berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan benih 4 Lempa Rae Ruangan ini digunakan untuk menyimpan bahan atau cadangan 5 Hekang Kode Ruangan ini digunakan sebagai tempat sesajen bagi para Rumah Adat MusalakiRumah Musalaki merupakan rumah adat yang menjadi lambang dari provinsi Nusa Tenggara Timur. Melansir dari rumah Musalaki adalah rumah adat yang paling umum dan banyak dijumpai di Nusa Tenggara Musalaki mempunyai bentuk persegi empat dengan atap yang menjulang tinggi sebagai simbol kesatuan dengan sang atap tersebut diyakini menyerupai layar perahu sebagaimana cerita masyarakat setempat mengenai nenek moyang dari Suku Ende Lio yang terbiasa menggunakan berasal dari bahasa Ende Lio mosa=ketua atau kepala dan laki=adat atau suku. Fungsi utama dari rumah Musalaki adalah sebagai tempat tinggal para ketua suku atau kepala adat dari daerah Ende fungsi lain dari rumah adat ini yaitu sebagai tempat digelarnya upacara adat, ritual, musyawarah, dan berbagai macam kegiatan adat dari rumah adat Musalaki yaitu rumah ini hanya boleh dihuni oleh masyarakat setempat berjenis Rumah Adat Sao Ata Mosa LakitanaRumah Sao Ata Mosa Lakitana adalah rumah adat yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Rumah adat asli Timor ini mempunyai bentuk seperti bulat telur dan tanpa bagian dalam dari rumah adat ini terdapat sebuah tempat suci untuk arwah nenek moyang yang pada saat-saat tertentu selalu diberi arsitektur bangunan pada rumah ini dibedakan menjadi 3 bentuk berdasarkan model atapnya, yaitu atap joglo, atap kerucut bulat, dan atap perahu adat dengan atap berbentuk joglo berarti pemiliknya merupakan masyarakat Nusa Tenggara Timur bersuku adat dengan atap berbentuk kerucut bulat maka pemiliknya adalah suku adat dengan atap berbentuk perahu terbalik menandakan pemiliknya adalah suku Rumah Adat Sao Ria Tenda Bewa Moni KoanaraRumah adat Nusa Tenggara Timur yang terakhir adalah rumah adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara. Rumah adat ini mempunyai desain yang unik dan berbeda dari rumah adat NTT yang rumah adat ini terletak pada bahannya yang terbuat dari atap ilalang dengan bentuk kerucut yang mengguntai hampir menyentuh fungsinya ada tiga jenis rumah adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara, yaitu rumah baku, rumah tinggal, dan lumbung baku adalah rumah adat yang digunakan untuk menyimpan tulang belulang para leluhur. Setidaknya sudah ada 13 keturunan yang tulangnya disimpan di dalam rumah rumah yang ditempati sebagai tempat tinggal ditandai dengan adanya kepala kerbau yang terletak di bagian depan pintu rumah yang dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan lumbung padi ditandai dengan bentuk atap yang hampir menyentuh penjelasan tentang rumah adat NTT beserta dengan keunikannya. Ada pertanyaan? Oh, iya jika ada rumah adat yang tidak kami sertakan pada daftar di atas, jangan sungkan sampaikan di kolom komentar atau boleh langsung hubungi kami di laman contact us ya.
Apa Saja Bagian Rumah Adat Mbaru Niang Dan Fungsinya – Mbaru Nyang adalah rumah adat di Pulau Flores, Indonesia. Rumah adat Mbaru Nyan berbentuk kerucut dan memiliki lima lantai dengan tinggi 15 meter. Rumah Adat Mbaru Niang terbilang langka karena hanya bisa ditemukan di Desa Adat Wa Rebo yang terpencil di pegunungan. Pada tahun 2012, upaya konservasi Mbaru Nyanga memenangkan penghargaan tertinggi UNESCO Asia-Pasifik untuk kategori Pelestarian Warisan Budaya dan menjadi salah satu nominasi Penghargaan Arsitektur Aga Khan 2013. Mbaru Nyang berbentuk kerucut, hampir menyentuh tanah. Atap rumah adat Mbaru Nyang menggunakan daun lontar. Mirip dengan rumah “rumah” tradisional Papua, Mbaru Nyang adalah bangunan berbentuk kerucut yang sangat tinggi dan ditutupi dengan ijuk. Mbaru Nyang memiliki 5 tingkat dan terbuat dari kayu dan bambu serta dibangun tanpa paku. Ini adalah tali rotan yang kuat yang menyatukan struktur bangunan. Enam sampai delapan keluarga tinggal di setiap mbaru niang. Terletak di dekat Taman Nasional Komodo. Berada di ketinggian sekitar 1100 mdpl, Wa Rebo merupakan desa terpencil yang dikelilingi pegunungan dan panorama hutan hujan lebat di Kabupaten Mangarai Barat, Pulau Flores. Wae Rebo kini telah menjadi destinasi ekowisata yang populer. Untuk mencapai Wa Rebo, Anda bisa mengambil rute melalui Ruteng dan menempuh perjalanan dari Desa Cebu Denge menuju Sungai Ras Wa. Rumah Adat Mbaru Niang, Wae Rebo Desa Wa Rebo dapat ditempuh dalam waktu 4 jam dari Ruteng ke desa Dintor. Dari Dintor, jalan lurus ke atas gunung. Seberangi sawah dan jalan dari Cebu ke Dengue. Perjalanan dilanjutkan menuju Sungai Wa Lomba. Hanya ketika sungai mencapai desa Wa Rebo. Sebelum kita membahas tentang Rumah Adat Waerebo, pertama-tama kita akan menjelaskan sedikit tentang apa itu Kampung Adat Waerebo dan bagaimana sejarahnya hingga bisa terbentuk. Vaerebo adalah desa jarum tradisional yang terletak di Mangarai. Hingga saat ini, penduduk Warebo terus melestarikan alam dan budaya asli yang diciptakan oleh nenek moyang mereka. Leluhur orang Wairebo disebut Empo Maro. Empo Maro berasal dari Minatkabau, Sumatera. Ia dan keluarganya meninggalkan Sumatera dan tiba di Labuan Bajo, Flores. Mereka melanjutkan perjalanan ke utara hingga menemukan tempat bernama Varaloka. Menurut cerita kuno, Empo Maro berpindah dari satu kampung ke kampung lain, dari Waraloka, lalu ke Mangapaan, lalu Todo, Popo, Liho, Mofo, Golo Ponto, Ndara, Golo Pando, Golo Damu dan akhirnya menetap di Werebo. , tempat mereka tinggal dan memiliki anak hingga saat ini. Werebo adalah tempat terakhir yang dipilih Empo Maro karena mimpinya menyuruhnya pindah ke tempat lain di Timur. Masyarakat Empo Mar masih melestarikan desa adat dan budayanya hingga saat ini. Seperti yang disarankan oleh bahasa setempat, “ Yang artinya “Waerebo adalah tanah air, warisan dan tanah air yang tidak akan pernah terlupakan”. Sementara kebanyakan orang tinggal di dataran rendah dan memiliki kondisi yang menguntungkan, orang Warrebo memilih untuk tinggal di desa mereka dan melestarikan budaya lokal mereka. Fungsi Dan Makna Ruang Pada Rumah Adat Mbaru Niang Wae Rebo Waerebo merupakan satu-satunya desa adat di Mangarai yang masih mempertahankan bentuk rumah adat yang mereka sebut Mbaru Nyang. Nyatanya, Todo lebih dari sekadar Mbaru Nyang yang berdiri tegak di Todo dan tidak tinggal di sana. “Mbaru” artinya “Rumah”. Nyang berarti panjang dan bulat. Mbaru Nyang adalah rumah kerucut yang menjulang ke atas. Menurut Francis Mudir Kepala Dinas Pariwisata Waerebo, rumah berbentuk kerucut itu merupakan simbol perlindungan dan persatuan bagi warga Waerebo. Lantai melingkar melambangkan keharmonisan dan keadilan di antara masyarakat dan keluarga Mbaru Nyang. Dilestarikan secara turun temurun oleh masyarakat Waereb Mbaru Nianga, bangunan ini dibangun oleh nenek moyang mereka pada tahun 1920-an. Nenek moyang mereka mewarisi 7 rumah milik Mbaru Nyan, meski dari 7 rumah tersebut tiga di antaranya rusak. Pada tahun 2008, tujuh rumah di Mbaru Nyan dibangun kembali sebagai bagian dari program rehabilitasi yang didukung oleh Yayasan Tri Utomo dan Yayasan Panti Werdha. Selama proses rekonstruksi, semua proses dilakukan oleh warga Warebo sendiri, agar nilai sejarah dan keasliannya tidak hilang. Proses rekonstruksi ini memegang peranan yang sangat penting karena pendidikan dari orang tua ke orang muda, dimana orang muda akan tinggal di tempat dan melestarikan budaya nenek moyang mereka. Usaha dan upaya masyarakat Warebo untuk melestarikan sejarah, budaya dan kearifannya tidak luput dari perhatian salah satu organisasi dunia yaitu UNESCO. Organisasi tersebut menyerahkan penghargaan tersebut kepada desa Vaerebo August 27, 2012 Penghargaan ini merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan kepada mereka yang terlibat dalam perlindungan cagar budaya. Rumah Adat Nusa Tenggara Timur Serta Penjelasannya Tujuh rumah Mbaru Nyan yang dibangun oleh nenek moyang mereka untuk menghormati 7 arah mata angin dari puncak bukit di sekitar Kampung Werebo. Mereka percaya bahwa ini adalah cara untuk menghormati roh mekar. Semua Mbaru Nyang berdiri di atas tanah datar dan dibangun di sekitar altar . Kampung adalah pusat dari tujuh rumah dan dianggap sebagai bangunan paling suci. Fungsi kampung adalah sebagai altar untuk memuji dan menyembah Tuhan dan roh leluhur. Di Mbaru Nyang, aktivitas keluarga dan warga Waerebo sebagian besar terpusat di lantai dasar rumah atau kawasan yang biasa disebut Tenda. Nyang Gendang rumah induk berbentuk lantai melingkar dan berdiameter 14 meter. Nyang Gena rumah sebelah berdiameter 11 meter. Alasan perbedaan diameter adalah jumlah keluarga yang tinggal di setiap rumah. Ada 8 keluarga di Niang Gendan dan 6 keluarga di Niang Gena. Bagian pribadi Mbaru Nyang memiliki perapian atau ruang yang digunakan untuk memasak dan makan, serta tempat tidur untuk 6-8 keluarga yang tinggal di sana. Kamar-kamar ditata sesuai dengan urutan kelahiran kepala keluarga. Karena itu Rumah Adat Mbaru Niang Itu adalah pusat dari semua rumah adat di desa dan bagian yang paling suci, tempat paling suci, mirip dengan konsep Compang, yang terletak di tengah rumah ini”. Ini sekelumit tentang sejarah Waerebo rumah adat. Semoga informasi ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi para traveller khususnya yang ingin bermain di kampung adat ini. Sumber Keluarga Waerebo Tak Harus Mematuhi Buku Adat. Anda tidak harus terlihat seperti orang lain untuk mencintai mereka. – Tidak dikenal Seseorang yang terus belajar menulis. Alasan penulisannya sederhana karena “tersebar” dengan kalimat Pramoedya yang berbunyi seperti ini Manusia boleh saja bijak seperti surga, tetapi sebelum menulis ia akan menghilang dari masyarakat dan sejarah. Menulis membutuhkan waktu selamanya. Rumah Adat Mbaru, ada yang pernah dengar? Nah, yang belum tahu harusnya tahu banget karena rumah adat Mbaru niang merupakan rumah adat NTT yang terkenal dengan bentuknya yang unik. Tak lupa, rumah adat ini juga diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya kawasan Asia-Pasifik. Rumah adat Mbaru niang ini merupakan rumah adat dari desa Wa Rebo yang terletak di dataran tinggi Mangarai. Yuk jelajahi rumah adat Mbaru Niang Khas NTT! Desa Adat Di Indonesia Yang Wajib Dikunjungi Ya, atap rumah adat di Mbaru NTT tidak terbuat dari keramik, seng, atau genteng. Atap rumah adat Mbaru ini terbuat dari daun lontar yang sudah dikeringkan. Daun teratai menutupi rumah hingga menyentuh tanah. Sangat keren dan sangat unik! Padahal, jika melihat rumah dari atas dan bawah. Hal ini juga berlaku pada rumah adat Mbaru. Bentuk atapnya yang seperti kerucut akan langsung mengejutkan kita. Tetapi yang paling menakjubkan adalah jika Anda melihat seluruh rumah, berbentuk piramida, selimut baru berbentuk kerucut, dan alasnya bulat. Menurut tradisi dan kepercayaan Wa Rebo, bentuk tumpeng ini memiliki filosofi, yaitu simbol perlindungan dan persatuan antar umat. Bentuk rumah yang melingkar memiliki filosofi yang melambangkan keadilan dan keharmonisan dalam keluarga dan warga negara. Sangat unik! Keunikannya tidak hanya sampai di situ, tetapi melihat lebih dekat konstruksi rumahnya. Anda tidak akan menemukan paku di sana. Untuk menggantinya, mereka menggunakan tali rotan di sela-sela bagian rumah Mbaru Nyang. Tapi untuk tenaga, hmmm, pasti! Karena? Rumah ini bisa hidup di pegunungan, meski angin sangat kencang di pegunungan. Dengan tinggi mencapai 15 meter, rumah Mbaru Nyang memiliki 5 lantai. Ini memiliki 5 fungsi yang berbeda. Lantai satu berfungsi sebagai tempat berkumpulnya keluarga. Lantai kedua didedikasikan untuk penyimpanan bahan makanan dan barang-barang dan tingkat ini disebut area loteng. Lapisan ketiga untuk menyimpan biji benih yang akan ditanam. Lantai empat atau lantai empat kemudian digunakan untuk menyediakan makanan, seperti musim kemarau atau panen. Dan terakhir, berkorbanlah di lantai 5. Keunikan Rumah Adat Mbaru Niang Di Nusa Tenggara Timur Rumah Mbaru bisa kurang lebih 7 buah, yang sudah ada sejak abad ke-18. Rumah ini akan selalu berjumlah 7 karena memiliki simbol yang menghormati tujuh arah pegunungan yang dianggap sebagai pelindung tradisional desa. Masyarakat Wae Rebo rumah ini memiliki kesamaan aturan leluhur bahwa lantai rumah tidak boleh menyentuh lantai. Bagian telinga dan fungsinya, rumah adat dan fungsinya, bagian blender dan fungsinya, bagian genset dan fungsinya, bagian komputer dan fungsinya, bagian conveyor dan fungsinya, bagian gitar dan fungsinya, bagian kulkas dan fungsinya, rumah adat mbaru niang, bagian hidung dan fungsinya, bagian apar dan fungsinya, bagian avometer dan fungsinya
Nusa Tenggara Timur NTT dengan ibu kota Kupang sebenarnya memiliki berbagai rumah adat yang unik dan khas. Namun, selama ini hanya rumah adat NTT bernama Mbaru Niang di kawasan Wae Rebo yang terekspos menjadi tujuan wisata selain Labuan Bajo. Padahal, selain Mbaru Niang masih ada banyak rumah adat lain yang ditinggali oleh suku berbeda di seluruh provinsi kepulauan ini. Apa saja jenis rumah adat tersebut dan bagaimana penjelasan detailnya? Berikut ini adalah ulasan mengenai apa nama berbagai rumah adat yang ada dan dilengkapi dengan gambar. Rumah Adat NTT dan Penjelasannya Jenis Rumah Adat NTT dan Keunikannya A. Rumah Adat Mbaru NiangFungsi Rumah AdatFilosofi, Ciri Khas dan Keunikan KonstruksiKonfigurasi Rumah dan Penjelasan B. Rumah Adat MusalakiFilosofi dan Fungsi Rumah AdatCiri Khas dan KeunikanKonfigurasi Ruang dan Penjelasannya C. Rumah Adat Sao Ata Mosa LakitanaD. Rumah Adat Sao Ngada Rumah Adat NTT dan Penjelasannya NTT adalah provinsi berbentuk kepulauan yang dihuni oleh beragam suku bangsa, antara lain suku Manggarai, Ende Lio, Atoni, Alor dan Rote. Masing-masing suku ini memiliki adat dan keunikannya yang berbeda, sehingga memunculkan berbagai rumah adat di NTT. Rumah tradisional yang bertransformasi menjadi rumah adat di NTT ini antara lain rumah Mbaru Niang, Musalaki, Sao Ngada serta Sao Ata Mosa Lakitana. Dalam bahasa NTT, Sao memiliki arti rumah adat. Oleh karenanya kebanyakan rumah adat diawali dengan nama Sao dan diberi imbuhan sesuai dengan karakter suku masing-masing. Beberapa nama rumah adat juga dipakai sebagai nama kolektif yang berdampingan dengan nama particular nama aslinya. Karena perkembangan budaya modern, penggunaan rumah adat ini semakin bergeser dan ditinggalkan. Salah satu contoh upaya preventif mencegah hilangnya rumah adat, maka sekelompok arsitek melakukan gerakan rumah asuh yang dimulai pada tahun 2008. Salah satu program yang berhasil adalah revitalisasi rumah Mbaru Niang di kampung Wae Rebo. Kawasan ini sekarang menjadi salah satu destinasi wisata utama di wilayah NTT bagi para traveler dan foto hunter. Jenis Rumah Adat NTT dan Keunikannya A. Rumah Adat Mbaru Niang Rumah adat Manggarai disebut dengan nama rumah Mbaru Niang, mengacu pada bentuknya yang kerucut dengan alas bundar. Mbaru Niang merupakan salah satu rumah adat yang sangat eksotis karena terisolir di atas pegunungan. Mbaru Niang dihuni oleh warga kampung Wae Rebo di Pulau Flores. Kampung ini dikelilingi hutan tropis Manggarai Barat yang lebat dan tepat berbatasan dengan Taman Nasional Komodo. Mbaru Niang di Wae Rebo didirikan sebanyak tujuh buah sebagai simbol penghormatan masyarakat terhadap tujuh gunung yang mengelilingi dan melindungi area kampung. Compang. Sumber Rumah Mbaru Niang dibangun di atas tanah datar dan disusun mengelilingi panggung batu bernama Compang, sebagai pusat dari ketujuh di sekelilingnya. Compang dilengkapi dengan menhir batu yang ditancapkan, dan area ini memiliki fungsi sebagai area pemujaan terhadap Tuhan dan roh leluhur. Susunan rumahnya dibuat dengan arah hadap selatan membentuk setengah lingkaran. Komposisi ini bertujuan agar setiap rumah Mbaru Niang tidak saling membelakangi. Mbaru Niang yang diposisikan di tengah-tengah bernama Mbaru Gendang, dan berfungsi sebagai museum penyimpanan gendang dan barang pusaka lainnya milik warga Wae Rebo. Rumah lainnya yang berjumlah enam di sayap kiri dan kanan Mbaru Gendang disebut Niang Gena rumah tempat tinggal. Nama-nama Niang Gena tersebut adalah 1 Niang Gena Mandok, 2 Niang Gena Jekong, 3 Niang Gena Ndorom, 4 Niang Gena Pirung, 5 Niang Gena Jintam, serta 6 Niang Gena Maro. Eksistensi Mbaru Niang yang berhasil dipertahankan di Wae Rebo memperoleh penghargaan UNESCO Asia-Pasifik sebagai daerah konservasi warisan budaya pada tahun 2012. Fungsi Rumah Adat Mbaru Niang tidak hanya difungsikan untuk rumah hunian, tetapi lebih luas berperan sebagai pusat kegiatan masyarakat Wae Rebo. Setiap Mbaru Niang biasa digunakan 6 sampai 8 keluarga dengan pembagian masing-masing ruang. Filosofi, Ciri Khas dan Keunikan Konstruksi Mbaru Mbaru Niang sebagai rumah tradisional yang diwariskan oleh leluhur secara turun temurun, memiliki berbagai filosofi di setiap elemen di dalamnya. Rumah Mbaru Niang melambangkan seorang ibu dengan menarik intisari sifat melindungi, mengayomi dan memberikan rasa aman. Persambungan di masing-masing konstruksi bangunannya dianggap sebagai visualisasi pernikahan sepasang suami istri dalam membangun keluarga. Keunikan rumah Mbaru Niang berada di bentuk atapnya. Atap rumah Mbaru Niang terbuat dari daun lontar yang dikombinasikan dengan ijuk. Atap tersebut berbentuk kerucut dan dipasang menjulur hingga mencapai tanah. Bentuk kerucut dianggap sebagai representasi perlindungan dan persatuan. Lantai rumah Mbaru Niang disusun dengan bentuk lingkaran menyimbolkan keadilan dan keharmonisan masyarakat. Di dalamnya terdapat lantai bersusun lima dan masing-masingnya diisi dengan ruangan yang memiliki fungsi beragam. Konfigurasi Rumah dan Penjelasan a Pondasi Rumah Mbaru Niang bertipologi rumah panggung. Sehingga di bawah lantai dasarnya terdapat kolong rumah ngaung dengan tinggi kurang lebih satu meter yang biasa dipakai masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti menenun dan dan kendang hewan untuk memelihara ternak. Pondasi rumah Mbaru Niang terbuat dari batang kayu yang dipancang ke dalam tanah dengan kedalam kurang lebih dua meter. Kayu tersebut dibungkus menggunakan ijuk berlapis plastik dengan tujuan supaya kayu tidak bersentuhan dengan tanah dan menjadi busuk. b Tiang Mbaru Niang disangga oleh dua jenis tiang, yaitu hiri mehe tiang utama dan hiri ngaung tiang pendukung. Jumlah hiri mehe pada Mbaru Niang berjumlah 9 buah dan difungsikan sebagai penyangga utama konstruksi bangunan. Jumlah ini sebagai simbol perjuangan ibu yang mengandung selama 9 bulan. Salah satu dari hiri mehe di rumah Mbaru Niang menggunakan kayu dari pohon utuh dengan tinggi sekitar 15 meter. Hiri mehe dipasang di atas umpak bantalan tiang yang terbuat dari batu besar. Sedangkan hiri ngaung lebih digunakan sebagai penopang lantai dasar dan jumlahnya mencapai 42 tiang. c Atap Atap ijuknya dikenal dengan nama wehang dan dirangkai menggunakan ikatan rotan menjadi rangkaian sepanjang 9 meter. Pada proses pemasangannya dimulai dari bawah ke atas dengan pola tumpukan 21. Artinya dua lapis atap pada bagian bawah akan diikuti dengan satu lapis, kemudian disusul dua lapis lembaran ijuk lagi dan seterusnya hingga mencapai puncak. Kerangka atap dibentuk oleh susunan rangka dari bambu utuh yang disebut buku. Terdapat dua jenis buku dalam konstruksi atap Mbaru Niang, yaitu buku utama dan buku biasa. Jumlah buku utama ada delapan dan pangkalnya dipasang pada setiap penjuru mata angin utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut kemudian ujungnya disatukan di puncak. Sedangkan buku biasa bertugas untuk mendukung buku utama, sehingga jumlahnya bervariasi tergantung besarnya atap. d Lantai Lantai rumah Mbaru Niang terdiri dari lima susun, dengan setiap tepi lantainya dibatasi dengan jalinan kayu kenti. Masing-masing lantai di rumah Mbaru Niang memiliki fungsi dan penjelasannya sebagai berikut. 1. Lantai Pertama Tenda Tenda memiliki diameter paling besar yaitu sekitar 11 meter. Lantai pertama disekat menjadi dua ruang, yaitu lutur ruang publik untuk menerima tamu dan molang di sebelah belakang ruang tamu, berfungsi sebagai ruang tinggal. Molang difungsikan sebagai kamar tidur loang yang biasanya berjumlah 6 – 8 tergantung jumlah keluarga, serta dapur hapo dengan jumlah tungku sama seperti jumlah loang. Hal ini karena setiap keluarga yang tinggal di Mbaru Niang memiliki harus memiliki tungku masing-masing. 2. Lantai Kedua Loteng Lobo Mehe Loteng Lobo Mahe berdiameter lebih kecil dari tenda yakni 9 meter. Lantai ini lebih berfungsi sebagai area penyimpanan yang dibagi dalam dua lobo masing-masing untuk menyimpan bahan makanan serta mengawetkan daging dan kayu. Uniknya, di bagian lobo ini salah satu tiang sebesar kepala manusia ditempatkan dengan posisi menggantung sehingga sering dijadikan simbol kelahiran di rumah Mbaru Niang. 3. Lantai Ketiga Lobo Lentar Labo Lentar disusun dengan diameter lantai kurang lebih 6 meter. Fungsi lantai ini untuk menyimpan berbagai jenis benih untuk di tanam di ladang. 4. Lantai Keempat Lemparae Lemparae digunakan untuk ruang penyimpanan stok bahan pangan sebagai bentuk antisipasi masyarakat terhadap kemarau panjang ataupun jika terjadi gagal panen. 5. Lantai Kelima Hekang Kode Hekang Kode ini merupakan lantai di tingkatan paling tinggi dengan diameter hanya sekitar 1,8 meter. Hekang Kode dipakai sebagai ruang penyimpanan pelengkap upacara adat seperti langkar mirip besek anyaman bambu yang dipakai sebagai tempat sesaji. B. Rumah Adat Musalaki Rumah adat Musalaki merupakan salah satu rumah tradisional suku Ende Lio yang berkembang di NTT, tepatnya di Desa Wolotolo, Kabupaten Ende. Nama Musalaki diambil dari kata mosa yang bermakna ketua, dan laki yang berarti adat. Hal ini merujuk pada peruntukan rumah Musalaki sebagai rumah tradisional yang ditinggali oleh para ketua adat kepala suku. Filosofi dan Fungsi Rumah Adat Sketsa Analisa, 2012 Rumah adat Musalaki di Desa Wolotolo lebih sering dikenal dengan nama Sao Ria, yang diartikan sebagai rumah besar yang diperuntukkan oleh empat Mosa Laki Kepala suku. Selain tempat tinggal, Sao Ria memiliki fungsi religi sebagai lokasi pelaksanaan upacara adat seperti kelahiran, kematian, pernikahan, dan upacara yang mendukung kegiatan pertanian. Sao Ria menjadi simbol kesatuan dan kebesaran masyarakat adat Ende Lio. Disini rumah dianggap sebagai representasi seorang perempuan karena menjadi pusat kelahiran generasi baru. Sedangkan, laki-laki disimbolkan pada Tubu Musu yang berada di tengah lapangan yang dikelilingi perkampungan. Selain Sao Ria, komposisi perkampungan Desa Wolotolo juga dilengkapi dengan Sao Keda, yang berfungsi sebagai balai adat untuk pelaksanaan musyawarah. Sao keda ini merupakan lambang kesakralan bagi suku Ende Lio sebab dianggap sebagai awal mula munculnya pemukiman penduduk dengan model rumah yang sama. Elemen tambahan lain yang melengkapi pemukiman suku Ende Lio antara lain, Kanga yaitu area pemujaan Dua Ngae Tuhan berlokasi di depan Sao Keda, Tubu musu tugu batu, Kebo Ria Lumbung beras serta Rate Makam. Ciri Khas dan Keunikan Rumah Musalaki atau Sao Ria memiliki ciri bangunan yang lebih tinggi dan besar dibandingkan rumah penduduk biasa. Rumah ini menggunakan tipologi rumah panggung dan tidak memiliki jendela. Dinding pada rumah Musalaki tidak terlihat karena susunan atapnya yang menjuntai hingga bawah. Atap rumah Musalaki namanya ubu bewa dengan ciri memiliki tinggi mencapai 9 meter terhitung dari tiang sampai puncak atap atau saka ubu. Tiang keliling lake kaka berukuran lebih pendek daripada tiang utama lake one sao. Keunikan lainnya adalah rumah adat ini hanya memiliki tiga buah anak tangga sebagai penghubung ke dalam rumah. Arsitektur Rumah dan Keterangannya Pola perumahan diatur mengelilingi Sao Keda dan Kanga. Konstruksi pendukung rumah dijelaskan sebagai berikut Lake Lewu Tiang Kolom terbuat dari batu lonjong dan kayu, dengan jumlah menyesuaikan besar kecilnya rumah. Tangi Tangga dibedakan menjadi tangga utama di bagian samping rumah dan tangi lulu ire mbasa di bagian belakang rumah bercirikan hanya memiliki anak tangga berjumlah tiga. Padha tenda berada di samping kiri dan kanan tangga utama, serta difungsikan sebagai balai tempat bersantai. Bengu Sesu penghubung menghubungkan tangga utama dengan pintu rumah yang berada diantara tenda singi lau tenda kiri dengan tenda singi gheta tenda kanan. Isi Khubi kayu palang merupakan kerangka rumah berbentuk persegi panjang yang sekaligus membagi ruangan di dalam rumah adat. Leke raja tiang atap berjumlah 2-4 tiang dan berposisi di tengah rumah untuk menopang atap. Wisu tiang sudut dan Hai dari tiang pendukung merupakan tiang rangka yang membentuk atap. Ate Ubu atap rumah berbahan ijuk nao dan alang-alang ki. Kebi dan seemo dinding rumah terbuat dari papan kayu. Pere, Pene dan Pete pintu terdiri dari dua daun pintu yang dipenuhi ukiran khas suku Ende Lio. Konfigurasi Ruang dan Penjelasannya 1. Bera Waja dapur Berbeda dengan susunan rumah adat lain, rumah Musalaki memiliki dua dapur yaitu dapur utama dan dapur umum. Dapur utama dalam rumah Musalaki justru berada di bagian depan, dekat dengan pintu utama, dan berfungsi untuk memasak sesaji pa’a loka upacara adat. Sedangkan dapur umum yang digunakan keluarga, berada di sekeliling koja ndawa. Masyarakat suku Ende masih berpegang teguh pada filosofi satu keluarga satu tungku, sehingga di dalam dapur utama jumlah tungkunya sesuai dengan jumlah kepala keluarga yang tinggal. 2. Koja Ndawa ruang utama Koja Ndawa berada di susunan paling depan setelah pintu masuk. Ruangannya tidak dilengkapi plafon karena bagian atas digunakan untuk menggantung Ola Teo sebagai perlengkapan upacara adat. Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu dan kegiatan sosial kemasyarakatan lain seperti musyawarah 3. Soja kamar tidur Soja adalah kamar-kamar tidur yang langit-langitnya dilengkapi dengan plafon. Letaknya berada di sayap kiri dan kanan dengan posisi sejajar rumah. Jumlah Soja bergantung pada banyaknya keluarga yang tinggal dalam satu rumah Musalaki. C. Rumah Adat Sao Ata Mosa Lakitana Rumah adat Sao Ata Mosa Lakitana adalah nama kolektif untuk beberapa rumah adat dari NTT. Secara umum rumah jenis ini memiliki dua jenis konstruksi, yaitu Amu Kelaga rumah panggung dan Amu Laburai rumah berdinding tanah. Karena merupakan nama kolektif, Sao Ata Mosa Lakitana memiliki atap rumah yang beragam sebagai identitas masing-masing suku pendukungnya. 1. Bentuk atap Joglo Bentuk atap ini diterapkan pada rumah adat ini sebagai ciri khas bahwa rumah Sao Ata Mosa Lakitana tersebut berasal dari suku Sumba. Keunikan dari rumah adat suku Sumba ini adalah memiliki pintu khusus yang dibedakan untuk laki-laki dan perempuan. Pintu perempuan mempunyai akses ke dapur sebagai pusat kegiatan ibu rumah tangga. Sedangkan pintu laki-laki berada di rumah depan sekaligus sebagai pintu utama. 2. Bentuk atap perahu terbalik Bentuk atap ini merupakan karakteristik rumah yang dimiliki oleh suku Rote. Keunikannya terletak pada susunan rumah yang dibuat menjadi tiga lantai dengan fungsi berbeda. Lantai pertama digunakan sebagai ruang penyimpanan padi, lantai kedua difungsikan sebagai ruang tinggal untuk tidur, dan lantai ketiga digunakan untuk penyimpanan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. 3. Bentuk atap kerucut bulat Bentuk atap kerucut bulat merupakan rumah Sao Ata Mosa Lakitana yang biasanya menunjukkan kepemilikan dari suku Timor. Rumah dari suku Timor di pulau Timor ini juga dikenal dengan nama rumah bulat atau Ume Khubu. Konstruksi rumahnya berbentuk bulat, menyerupai rumah Mbaru Niang. Pintu rumah bulat hanya sekitar satu meter dan mengharuskan menunduk ketika akan memasuki rumah. Rumah ini tidak dilengkapi dengan jendela dan sekat dalam rumah. Konstruksi ini dibuat untuk menyulitkan musuh untuk masuk, sehingga rumah bulat tidak hanya untuk tempat tinggal tetapi sekaligus sebagai benteng pertahanan. D. Rumah Adat Sao Ngada Rumah adat Sao Ngada merupakan identitas suku Bajawa yang berada di Ngada, Pulau Flores. Terdapat dua jenis rumah adat yaitu Sao Saka Pu’u rumah induk sebagai lambang leluhur perempuan dan Sao Saka Lobo rumah mewakili leluhur laik-laki. Sao Saka Lobo umumnya mempunyai ukuran rumah yang lebih kecil daripada Sao Saka Pu’u. Rumah Sao Saka Pu’u. Sumber Kadafi, 2018 Rumah Sao Saka Lobo. Sumber Kadafi, 2018 Masih seperti rumah adat NTT lainnya, rumah adat ini bertipologi rumah panggung dengan atap terbuat dari perpaduan ijuk dan alang-alang. Dindingnya terbuat dari papan kayu dengan beberapa hiasan berupa ukiran. Keunikan dari rumah adat ini terletak daun pintunya yang didesain rendah sehingga harus merunduk ketika akan masuk. Selain itu, pola pemukimannya dibuat membentuk huruf U. Saat ini eksistensi rumah adatnya dapat dilihat di Kampung Bena, sebagai wisata budaya kampung tertua di Pulau Flores. Jadi semakin greget ya belajar mengenai warisan budaya di Indonesia. Nusa Tenggara Timur yang tergolong pulau kecil saja memiliki beragam budaya dengan kompleksitas setinggi ini. Benar-benar harus bangga menjadi orang Indonesia, ya!
Rumah Adat Nusa Tenggara Timur – Rumah adalah kebutuhan penting bagi manusia yang harus terpenuhi, dimana selain sebagai pemberi rasa aman dari ancaman lingkungan, rumah juga dapat menjadi tempat multifungsi. Selain bentuk rumah yang dapat kita lihat secara umum pada pemukiman masyarakat, ada juga beberapa bentuk rumah unik yang masih digunakan oleh masyarakat sampai saat dengan keyakinan teguh tentang adat dan tradisi suku. Rumah tradisional juga merupakan suatu bentuk warisan budaya yang harus dilestarikan. Hal tersebutlah yang membuat kita harus selalu tertarik untuk mempelajari tentang kebudayaan bangsa kita. Sebagai salah satu provinsi yang terletak di bagian Tenggara Indonesia, NTT atau Nusa Tenggara Timur juga memiliki beberapa rumah adat yang memiliki fakta unik dan akan sangat sayang jika sampai punah. Beberapa diantaranya dipercaya memiliki kisah mistis tersendiri. Lantas, apa saja jenis rumah adat yang terdapat di Nusa Tenggara Timur beserta fakta menarik tentangnya? Simak pada ulasan berikut! Sebelum lanjut, barangkali kamu tertarik juga baca artikel Keunikan dan Fungsi Rumah Adat dari Provinsi NTB Rumah Adat Mbaru Niang Rumah adat Nusa Tenggara Timur yang pertama akan kita bahas yaitu rumah adat Mbaru Niang. Rumah adat ini dapat kalian temukan di desa Wae Rebo, Manggarai NTT dengan bentuk yang mengerucut dimana atap rumah terbuat dari daun lontar yang sudah kering. Mbaru Niang biasanya dibuat dengan 5 tingkat di dalamnya yang mana pada tingkat pertama lutur digunakan sebagai tempat tinggal oleh pemilik rumah. Tingkat 2 lobo digunakan sebagai tempat menyimpan bahan pangan sedangkan tingkat 3 lentar digunakan sebagai tempat menyimpan benih tanaman. Tingkat 4 lempa rae digunakan sebagai tempat menyimpan cadangan makanan setelah bahan pangan yang disimpan pada tingkat 2 rumah sudah habis, dan terakhir tingkat 5 hekang kode yang biasanya digunakan sebagai tempat sesajian. Rumah Adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara Rumah adat ini juga memiliki bentuk yang mengerucut dan uniknya rumah ini terbuat dari ilalang. Tidak seperti rumah adat Mbaru Niang yang memiliki 5 tingkat dengan fungsi yang berbeda, rumah adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara ini justru memiliki 3 jenis yang disesuaikan dengan penggunaannya. Penggunaan pertama sebagai rumah baku, digunakan untuk menyimpan tulang-belulang leluhur. Penggunaan yang kedua dan ketiga sebagai rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat tinggal serta wadah lumbung padi. Yang membedakan diantara ketiganya adalah adanya kepala kerbau yang terletak di depan rumah adat Tenda Bewa Moni Koanara. Rumah Adat Musalaki Rumah adat ini terbuat dari kayu, batu, hingga daun-daun kering yang walaupun demikian bangunan ini memiliki struktur bangunan yang kokoh. Rumah adat Musalaki biasanya digunakan sebagai tempat tinggal kepala suku Lio salah satu suku asli NTT atau dapat juga digunakan sebagai tempat melaksanakan acara ritual adat maupun tempat musyawarah masyarakat setempat. Bangunan pada rumah adat ini terdiri dari 3 bagian yaitu Kuwu Lewa Pondasi, Maga Lantai, dan Atap. Kuwu Lewa Pondasi merupakan bagian rumah yang terbuat dari batu lonceng yang diletakan secara berdiri sebagai pondasi utama dan berfungsi untuk mencegah kemungkinan roboh akibat gempa, Kuwu Lewa juga merupakan sebuah pondasi yang terbuat dari kayu dan berguna sebagai tumpuan lantai serta menyokong atap rumah. Selanjutnya adalah Maga Lantai yang berbentuk seperti lantai gantung seperti pada rumah panggung, dibuat dengan tujuan untuk menjaga rumah dari kelembaban. Lantai pada rumah adat ini dibedakan menjadi 2 jenis yaitu lantai Teo lantai teras yang berada pada bagian luar dan lantai Ndawa ruang dalam yang berada di bagian dalam. Ke-2nya memiliki perbedaan dimana lantai teras dibuat lebih tinggi jika dibandingkan dengan lantai dalam. Bagian terakhir dari rumah ini yaitu atap rumah, dimana atap terbuat dari jerami yang bertumpu pada rangka saka ibu, leka raja dan kayu palang. Uniknya, rangka pada rumah adat ini memiliki bentuk menjulang yang sangat tinggi. Tidak hanya sebagai tempat tinggal dan tempat menyimpan bahan pangan, rumah adat di NTT juga merupakan tempat berinteraksi antar komunitas masyarakat setempat. Tak hanya itu saja, rumah disana juga sebagai tempat berkumpulnya nilai religi, norma, estetika, serta budaya yang dapat mencerminkan perilaku arif masyarakat setempat.
apa saja keunikan rumah adat mbaru niang